Hal ini dimulai dari 6 tahun lalu. Percakapan antara
3 orang remaja.
Asti : kapan nih ke jogja? Aq udah ke Surabaya nih..
Cecik: kapan ya?? Ntar deh kalo liburan.. J
Aq: ntar kalo tabungan udah ngumpul… :-D
Asti: ckckck..pokok nya janji kesana berdua..ntar
biar bisa jalan bertiga…
Aq & Cecik: insyallah… ^^
Dan setelah 6 tahun, akhirnya bisa juga memenuhi
janji itu…mumpung lagi libur kuliah, mumpung bisa ambil cuti ngantor, mumpung
budget udah ada..yang paling penting, mumpung masih bisa menikmati hidup… ^o^
Berangkat dari stasiun Gubeng Surabaya jam 8 pagi
dengan menaiki kereta sancaka, aq dan cecik menuju jogja. Harga tiket saat itu
adalah Rp 125.000,- karena masih terhitung Lebaran, kalo harga normal sih biasanya
Rp 90.000, kalo ekonomi Cuma Rp 45.000.
Yup, perjalanan 6 jam terasa singkat sekali. Sampai
di stasiun tugu Jogjakarta, kami dijemput si Asti dan Rudi. Jadi, sahabat
kita satu itu (Asti) masih terdaftar jadi salah satu mahasiswi di sebuah
universitas swasta di Jogjakarta, benernya sih dia asli Surabaya, sama kayak aq
dan cecik juga yang benernya juga adalah sahabat pas SMP di Surabaya.
Setelah Rudi ma Asti datang, kita berempat
langsung check in di salah satu homestay di jalan sosrowijayan, kalo dari stasiun tugu lewat lorong bawah trus nyebrang, deh. Disana ada banyak banget
pilihan hotel maupun homestay. Harganya juga macam – macam. Kalo homestay yang
biasa, rata- rata Rp 125.000 sampe Rp 150.000 per kamar-nya.
Setelah check in, bersihin badan, beresin barang –
barang dan gak berasa udah sore aja. Keliling jogja sore hari sambil cari
makanan menjadi pilihan kami saat itu. Mencari angkringan untuk mengisi perut
kami. Menikmati kota jogja malam hari di alun – alun utara berempat dan kedua
teman asti yang gak sengaja ketemu di angkringan. Kata mereka kalo gak nyobain
permainan tutup mata trus jalan melewati dua pohon ini kurang afdol. Akhirnya,
aq dan cecik ikut nyobain dan akhirnya…..teng teng…2 kali nyoba gak ada yang
berhasil…hahahhaaa…
Oh iya, jalan sosrowijayan selain bisa jalan kaki
dari stasiun lempuyangan, ternyata juga bisa jalan kaki untuk ke malioboro. Makanya daerah ini merupakan daerah strategis
untuk penginapan.
Hari kedua rencananya sih mau mengunjungi candi
prambanan. Naik bus trans jogja nomor 1A dari halte malioboro, hanya perlu Rp
3.000 per orang saja. Setelah sampai di halte prambanan banyak ojek, becak
hingga dokar yang siap mengantar para penumpang menuju tempat
tujuan.
Saat itu kami memilih becak sebagai alat
trasportasi kami. Awalnya sih memang ingin ke candi prambanan, tapi tukang
becaknya bilang bahwa ada tempat bagus lagi yang berada di daerah situ. Akhirnya
kami memutuskan untuk melihat tempat yang baru, berhubung kami udah pernah ke
candi prambanan saat kami liburan ke jogja sendiri-sendiri.
30 menit dengan menaiki becak, kami tiba di
sebuah candi di kecamatan Bokoharjo, kabupaten Sleman. Namanya Candi Ratu Boko.
Untuk masuk ke candi ini biaya tiketnya
adalah Rp 25.000,-. Lokasinya kurang-lebih 17 km di sebelah timur kota Jogja.
Candi Ratu Boko lebih mirip istana atau kraton ketimbang candi. Ini karena
fungsinya dahulu yang bukan hanya tempat ibadah, tapi juga benteng pertahanan.
Ratu Boko terletak 196 meter di atas permukaan laut.
Areal istana seluas 250.000 m2 terbagi
menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian tengah terdiri
dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak,
dan Paseban. Sementara, bagian tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi,
kolam, dan kompleks Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di
bagian timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan. Ratu Boko
didirikan di masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Hal ini dapat dilihat di
Prasasti Kalasan tahun 779 Masehi, Prasati Mantyasih 907 Masehi, dan Prasasti
Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Rakai Panangkaran adalah pengikut Budha,
namun di kompleks Ratu Boko terdapat unsur-unsur Hindu yang memuja dewa Siwa.
Menurut para ahli, ini membuktikan adanya toleransi beragama pada masa itu.
Ratu Boko juga sempat dijadikan benteng
pertahanan oleh Rakai Kayuwangi dari serbuan Rakai Walaing Puhuyaboni. Akibat
pertempuran tersebut, beberapa bagian Candi Ratu Boko rusak. Pemugaran Ratu
Boko kemudian dimulai sejak masa penjajahan Belanda tahun 1938 lalu dilanjutkan
pemerintah Indonesia sejak tahun 1952.
Selain melihat-lihat kompleks candi yang
bersejarah, Ratu Boko juga menyediakan panorama cantik. (bener cantik banget,
bisa lihat kota jogja dari atas) Apa lagi pada senja hari.
Di Plaza Andrawina, salah satu bagian
Candi, jika melihat ke utara pengunjung akan melihat pemandangan cantik kota
Jogja dan candi Prambanan dengan Gunung Merapi sebagai latar belakangnya. Di
kala senja, nuansa sekitar candi akan semakin cantik dengan semburat jingga
matahari senja. Di kompleks Ratu Boko juga terdapat sumur bernama Amerta
Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Letaknya di sebelah
tenggara candi Pembakaran. Kini, airnya pun masih sering dipakai. Masyarakat
setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya.
Sementara orang-orang Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari
sebelum Nyepi. Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya,
yaitu untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada
harmoni awalnya.
Selain dapat dijadikan tempat untuk melihat-lihat panorama, Plaza Andrawina difungsikan sebagai restoran. Plaza Andrawina juga dapat digunakan dipakai untuk kegiatan pertemuan dengan kapasitas sekitar 500 orang. Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan tracking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata. Lokasi ini juga sering dijadikan tempat syuting untuk iklan atau foto prewedding. (kotajogja.com)
Ada satu candi lagi yang akan kami kunjungi hari
ini…Cuma mata udah tinggal 5 watt nih,,besok aja ya aq certain di jogja with us
part 2…. ^o^
Comments
Post a Comment