MAKALAH ASSETS, LIABILITIES & EQUITY


Assets, Liabilities & Equity - Related Concepts

1.                  Asset
a.       Pengertian
Pengertian Aset menurut IASB “Aset merupakan sumber daya yang dikendalikan oleh suatu badan sebagai hasil dari transaksi yang lalu dan diharapkan memberikan manfaat ekonomis dimasa yang akan datang yang mengalir badan usaha.”
Contoh: Kendaraan, merupakan aset bukan barang fisik, tetapi dapat memberikan konstribusi lain (transportasi). Sedangkan persediaan dapat memberikan jasa lain saat penjualan, penjualan mendapatkan pendapatan karena pendapat unsur laba.
Menurut Paton, kekayaan adalah sesuatu dalam bentuk barang atau lainnya yang dimiliki perusahaan tertentu yang mempunyai nilai bagi perusahaan. Berbeda dengan Sprague yang mengatakan bahwa aset merupakan sekumpulan jasa yang akan diterima, berkaitan untuk memperoleh laba. Canning berpendapat bahwa aset merupakan sejumlah jasa yang terpisah (dapat berdiri sendiri) yang merupakan milik perusahaan. Paton & Littleton berpendapat Aset merupakan sejumlah potensi jasa yang dapat dipertukarkan yang memberikan potensi jasa yang lain bagi perusahaan.
Berdasar uraian diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu:
1. Manfaat ekonomik yang datang cukup pasti
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi kewajiban.
2. Dikuasai atau dikendalikan entitas
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal.
3. Timbul akibat transaksi masa lalu
Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.
b.      Pengukuran
Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran (measureability) manfaat ekonomik yang akan datang. Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya, yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut.
Dan jika suatu sumberdaya yang diperoleh suatu perusahaan tidak andal (reliable) pada elemen pengukurannya, maka sumberdaya tersebut tidak dapat ditampilkan sebagai aset melainkan diakui sebagai pendapatan ketika terjadi transaksi.
c.       Penilaian
Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.
Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan.
FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.
2.      Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau aset tertentu diperoleh sekarang.
3.      Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset yang kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
4.      Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskun) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
5.      Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskun implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut.
d.      Pengakuan
Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut, yaitu:
1.      Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset
2.      Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga.
3.      Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4.      Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5.      Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
6.      Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.
Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum.
e.       Penyajian
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
1.Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas dalam neraca berformat laporan.
2.Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap.
3.Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
4.Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang.




2. Liabilitas
a. Pengertian
Menurut IAI, Kewajiban merupakan hutang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan megankibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
Dalam FASB, SFAC NO. 6, Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang mungkin timbul karena kewajiban suatuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada satuan-satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari peristiwa masa lalu.
Definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan manfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa pengertian kewajiban tidak dapat dipisahkan dengan pengertian asset. Asset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan asset (Suwardjono, 2005:305-307).
Adapun karakteristik dari liabilitas antara lain:
·                    Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai suatu kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik di masa yang akan datang. Untuk menjadi kewajiban, pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Berdasarkan pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa suatu kewajiban hanya terjadi antar kesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan usaha lain.
·                    Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang ini mengandung pengertian (1) waktu, yaitu tanggal pelaporan, dan (2) adanya. Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada.
·                    Akibat Transaksi Masa Lalu
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan dalam statemen keuangan. Transaksi masa lalu yang dimaksud disini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi.
b.      Pengukuran
Kewajiban dinilai sebesar kejadian dalam transaksi, biasanya jumlah yang dibayarkan di masa yang akan datang didiskontokan (dinilai sebesar present value-untuk yang jangka panjang), sejumlah nilai pertukaran atau sejumlah nilai nominal (bisa jumlah neto setelah potongan tunai) (APB Statement No.4 dan SFAC No. 5).
c.       Pengakuan
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu:
a. Ketersediaan dasar hukum, kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi.
b.Keterterapan konsep dasar konservatisme, kaidah ini merupakan penjabaran teknis keterandalan.
c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi, kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
d.                        Keterukuran nilai kewajiban, merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
d.      Penilaian
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
e.       Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha sehingga tia bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang.
Pelunasan secara langsung disebut juga dengan pelunasan secara yuridis karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi.
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke pelunasan misanya dengan pembentukan dana khusus. Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung atau tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan.
Kewajiban dapat dinyatakan lenyap dan diakui dari catatan bila debitor telah:
1.               membayar kreditor dan terbebaskan dari semua keharusan yang melekat pada kewajiban
2.               dibebaskan secara hukum sebagai penanggung utang uama oleh keputusan pengadilan atau kreditor. Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria kritis untuk mengawaakui kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya meskipun perusahaan telah menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya.
f.       Penyajian
Kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada  kewajiban jangka panjang. Ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi ururtan perlindungan dan jaminan, utang yang diajmin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuiditas utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.








3. Ekuitas
a. Pengertian
Menurut PSAK (2002) pasal 49, ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas didefinisi sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan kewajiban diukur.
Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan. Namun kreditor dan pemegang saham memiliki perbedaan sbb:
·                    Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim.
Klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada tanggal tertentu sementara klaim pemegang saham merupakan jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasi pada tanggal tertentu.
·                    Hak penggunaan aset dalam operasi
Kreditor pada umumnya tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengambilan keputusan operasi perusahaan secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khusunya dalam perusahaan perseorangan) mempunyai akses, hak, dan autoritas untuk menjalankan perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset.
·                    Substansi ekonomik perjanjian
Kreditor berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak atas pembagian laba (residual). Jadi, secara substansi ekonomik, kreditor menanggung risiko lebih besar sehingga berhak atas kembalian (rate of return) yang bervariasi melalui pembagian laba (participation in profits).
b. Komponen Ekuitas Pemegang Saham
            Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan (additional paid-in capital), dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumbangan).Komponen lain terdiri dari pos-pos yang tidak teapt dimasukkan dalam komponen modal setoran atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuitas pemegang saham. Pos-pos ini misalnya untung penahanan belum terealisasi, penyesuaian kapital belum terealisasi lainnya, selisih revaluasi dan hak pemegang saham minoritas.
c.       Penyajian Ekuitas
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statement keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan manajemen.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah :
1.      Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya.
2.      Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan modal setoran kepada pemegang saham.
3.      Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya.

d.      Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Dengan demikian untuk mengukur seluiruh hak pemegang saham atas asset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.
Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting, Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indicator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlahnya akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga sangat penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya.Sementara itu, laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.


·                    Modal Yuridis
Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan rehadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalahbahwa saham harus mempunyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis  merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.
·                    Modal Setoran Lain
Transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagao sumber laba ditahan. Demikian juga, tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini.

e.       Perubahan modal setoran    
Tansaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perubahan dalam modal setoran, modal setoran lain, dan laba ditahan baik secara individual maupun bersamaan. Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi operasi.
1.                  Kenaikan modal setoran
Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:
a.   Pemesanan saham (stock subscriptions)
                 Pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan penawaran publik perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar (authorized capital stocks). Dengan autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Bila saham telah terjual dan pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham diserahkan kepada pembeli. Atas dasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang diterima perusahaan (kas atau aset lainnya) akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran.

b.   Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds)
                 Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut digunakan (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoretisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan.

c.    Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar (convertible stock)
                 Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Pengukuranny dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, antara lain:
1.      Nilai nominal saham prioritas plus porsi premium/diskun ditransfer ke modal pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut. Ini berarti bahwa jumlah rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas dianggap sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi premium/diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas atau istimewa.
2.      Apabila ada selisih antara harga pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, maka selisih tersebut harus dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba ditahan. Laba ditahan dianggap sebagai penyangga bila ada selisih harga antara dua sekuritas yang dipertukarkan. Cara ini juga dilandasi oleh pendekatan dua transaksi (two transaction approach) yaitu konversi dianggap sebagai transaksi penebusan kembali saham prioritas (sehingga sebagian dari harga penebusan yang melebihi nilai buku dianggap sebagai distribusi laba ditahan) dan transaksi penjualan saham biasa baru dengan harga pasar yang berlaku. Karena hak tukar melekat pada saham prioritas pada waktu diterbikan, perlukuan konversi sebagai satu transaksi (one transaction approach) seperti pendekatan pertama akan lebih logis.

d.   Dividen saham (stock dividends)
                 Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya meruakan pecahan dari nilai nominal saham semula.

e.    Hak beli saham, opsi, dan waran (stock rights, options, and warrant)
                 Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk membeli sejumlah saham saham (proporsional dengan pemilikan). Hal ini biasanya dimaksudkan untuk mempertahankan kepemilikan pemegang saham yang lama. Pada umumnya hak beli saham umurnya tidak lama dan harga beli saham dan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham tersebut.
                 Opsi merupakan instrumen yang digolongkan sebagai sekuritas turunan saham atau derivatif saham. Opsi disebut turunan karena harus ada sekuritas yang melandasi atau menjadi basis. Secara unum opsi dapat diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham tertentu yang sengaja diciotakan oleh investor lain.
                 Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemengananya untuk memesan saham dari perusahaan tersebu pada harga dan jangka waktu tertentu. Pemegang waran dapat membeli sejumlah saham dengan mengembalikan waran tersebut dan membayar sejumlah uamg kas tertentu.
                 Waran berbeda dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu :
·     Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham diterbitkan oleh investor.
·     Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat Tahunan) dari pada jangka waktu opsi hak beli saham.
·     Waran dijual atau diterbitkan kepada umum (bukan kepada pemegang saham atau karyawan perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli.
·     Saham dijual dengan harga tertentu atau tunai.
·     Harga pembelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran ditawarkan.
·     Bila hak opsi tidak diambil kos waran tidak dapat ditarik kembali opkeh pemengang waran
·     Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang

f. Saham treasuri (treasury stocks)
                 Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali untuk sementara saham menjadi saham treasuri.

2.                  Penurunan modal setoran                   
Berbagai sumber perubahan modal setoran yang dibahas biasanya bersifat menaikan atau menambah modal setoran daripada menurunkan. Tetapi pada umumnya lebih banyak tentang menaikan daripada menurunkan, karena bahwa begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan maka modal tersebut akan menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau melepas investasinya, maka pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak mempegaruhi operasi ataupun posisi keuanagn perusahaan.
Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau pembagian deviden yang dapat dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau penarikan kembali saham yang beredar secara permanen. Perubahan karena transaksi modal harus dibedakan secara tegas dengan perubahan karea transaksi operasi. Oleh karena itu semua transaksi yag berkaitan denagn penarikan kembali saham atau likuidasi modal tidak ada kaitannya dengan untung atau rugi.













DAFTAR PUSTAKA
Ankarath, Nandakumar et al,2012, Memahami IFRS: Standar Pelaporan Keuangan lnternasional, Alih Bahasa: Priyo Darmawan, S.E, Ak, MBA, Indeks, Jakarta.

IAI, 2009, Standar Akuntansi Keuangan. Edisi Revisi.

Suwardjono, 2005.Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi 3, BPFE:Yogyakarta.


Comments